Senin, 28 Oktober 2013

Ada Saatnya Kita untuk Tutup Telinga


Tuhan menciptakan manusia dengan kelengkapan inderanya, termasuk telinga untuk mendengarkan. Filosofi kenapa telinga ada dua buah dan mulut hanya satu yaitu agar kita lebih banyak mendengarkan daripada berbicara. Tapi terlalu sering mendengarkan hal yang tidak baik juga bisa membahayakan, maka dari itu ada saatnya kita untuk tutup telinga. Hal yang tidak baik itu antara lain ejekan, cercaan, hinaan, hal-hal yang menjatuhkan, dan hal-hal negatif lainnya yang keluar dari mulut orang lain.
Manusia bukan makhluk sempurna,tak luput dari kekurangan dan kelemahan. Kekurangan/ kelemahan kita inilah yang akhirnya menjadi bahan pembicaraan orang lain. Tak dipungkiri kita hidup dalam masyarakat, yang masing-masing punya 'penilaian' atas diri kita. Ada yang menilai positif, ada pula yang negatif. Ada orang yang senang mengungkapkan penilaiannya kepada orang yang dituju, ada pula yang hanya dipendam dalam hati. Setiap penilaian yang disampaikan orang kepada kita sebenarnya bentuk perhatian kecil mereka. Bersyukurlah, karena ada orang yang memperhatikan kita secara tidak langsung. 
Penilaian yang bersifat positif dapat membangun apresiasi bagi diri kita sendiri, sedangkan yang bersifat negatif dapat kita jadikan motivasi untuk menjadi lebih baik lagi. Tanpa penilaian orang lain, kita tidak pernah bisa mengevaluasi diri kita sendiri, terkadang dibutuhkan 'cermin' yang lebih besar untuk melihat diri kita. Kita tak pernah tahu seberapa baik kualitas diri kita, sebelum dinilai oleh orang lain. Kita dikatakan baik, ya karena penilaian orang atas kita baik.
Namun kita pun harus dapat menyaring setiap penilaian yang ada, tidak semuanya kita dengarkan dan maknai. Tidak semua orang bisa suka terhadap diri kita. Ada orang-orang yang tidak suka kepada kita dan hanya melihat kita dari sisi pandang negatif saja, akhirnya penilaiannya pun bersifat meremehkan dan menjatuhkan kita. Di saat inilah kita harus menutup telinga, mencoba untuk tidak mendengar segala ejekan/ hinaan/ cacian mereka terhadap kita. Segala hal negatif tersebut kita buang jauh-jauh, dan 'bentengi' diri kita agar tidak mudah goyah oleh segala hal yang ingin menjatuhkan kita.

Sebagai gambaran, saya ada sebuah cerita yang pernah saya dengar dari salah seorang teman tentang kisah seorang ayah yang mengajak anaknya pergi dengan membawa seekor keledai kecil. Mereka menuntun keledai itu karena kasihan untuk menaikinya. Sepanjang perjalananan, mereka menemui orang-orang yang berkomentar "Betapa bodohnya ayah dan anak ini, mereka membawa keledai namun tak menaikinya!". Akhirnya sang ayah menaiki keledai tersebut, dan si anak mengikutinya dengan berjalan menuntun si keledai. Orang-orang yang melihatnya berkata "Betapa jahatnya orang ini, tega menyuruh anaknya berjalan, sedangkan ia naik keledai!". Mendengar hal itu, sang ayah pun turun dan si anak naik menunggangi keledai tersebut. Kemudian orang yang melihatnya, berkomentar lagi "Sungguh durhaka anak ini, dibiarkannya ayahnya berjalan!". Maka si ayah ikut naik menunggangi keledai tersebut. Namun di tengah perjalanan, orang-orang berkata "Kasihan benar keledai kecil itu harus dinaiki oleh dua orang bersamaan!". Akhirnya sang ayah dan anak pun turun kemudian membopong keledainya. Orang-orang yang melihatnya berkomentar "Sungguh bodoh ayah dan anak itu, mengapa mereka membopong keledai selama perjalanannya!". Maka kemudian, sang ayah menasihatkan pada anaknya, “Demikianlah, Nak, bila engkau mengikuti omongan manusia, mereka akan membuatmu tidak kemanapun".

Orang lain menilai karena mereka peduli. Mereka menilai karena mereka memperhatikan kita. Apa pun penilaian mereka, ada saatnya kita untuk menutup telinga dan tetap jadi diri kita sendiri.  Tetap tersenyum dan terus berjalan maju ke depan, nikmati proses yang ada~


Tidak ada komentar:

Posting Komentar